Senin, 10 November 2014

Legislasi Dalam Pelayanan Kebidanan



Legislasi Dalam
Pelayanan Kebidanan

A.  Otonomi Bidan dalam Pelayanan Kebidanan
Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggungjawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hukum yang mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi dan mandini untuk bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dan berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui:
1.   Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
2.   Penelitian dalam bidang kebidanan.
3.   Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam kebidanan.
4.   Akreditasi.
5.   Sertifikasi.
6.   Registrasi.
7.   Uji Kompetensi.
8.   Lisensi.

Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang mendasari dan terkait dengan pelayanan kebidana antara lain sebagai berikut:
1.   Kepmenkes Republik Indonesia 900/ Menkcs/SK/ VII/ 2002 Tentang registrasi dan praktik bidan.
2.   Standar Pelayanan Kebidanan, 2001.
3.   Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/ 2007 Tentang Standar Prof esi Bidan.
4.   UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
5.   PP No 32/Tahun 1996 Tentang tenaga kesehatan.
6.   Kepmenkes Republik Indonesia 1277/Menkes/SK/XI/2001 Tentang organisasi dan tata kerja Depkes.
7.   UU No 22/ 1999 Tentang Otonomi daerah.
8.   UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
9.   UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, dan transplantasi.
10.       KUHAP, dan KUHP, 1981.
11.       Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 585/ Menkes/ Per/ IX/ 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
12.       UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan Keluarga Berencana;
a)   UU No. 10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
b)   UU No. 23/2003 Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan di Dalam Rumah Tangga.

B.  Legislasi Pelayanan Kebidanan
Peran legislasi adalah: 1) Menjamin perlindungan pada masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi sendiri, 2) Legislasi sangat berperan dalam pemberian pelayanan profesional.

Bidan dikatakan profesional, memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
1.   Mandiri.
2.   Peningkatan kompetensi.
3.   Praktek berdasarkan evidence based.
4.   Penggunaan berbagai sumber informasi.

Masyarakat membutuhkan pelayanan yang aman dan berkualitas, serta butuh perlindungan sebagai pengguna jasa profesi. Ada beberapa hal yang menjadi sumber ketidakpuasan pasien atau masyarakat, yaitu:
1.   Pelayanan yang aman.
2.   Sikap petugas kurang baik.
3.   Komunikasi yang kurang.
4.   Kesalahan prosedur.
5.   Sarana kurang baik.
6.   Tidak adanya penjelasan atau bimbingan atau informasi atau pendidikan kesehatan.

Legislasi adalah proses pembuatan Undang-undang atau penyempurnaan perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian kegiatan Sertifikasi (pengaturan kompetensi), Registrasi (pengaturan kewenangan), dan Lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan).
Tujuan Legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut adalah meliputi:
1.   Mempertahankan kualitas pelayanan.
2.   Memberikan kewenangan.
3.   Menjamin perlindungan hukum.
4.   Meningkatkan profesionalisme.
Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.

Model Dasar Praktek Bidan

1.   Sertifikasi (Pengaturan Kompetensi)
Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu melalui kegiatan pendidikan formal maupun non formal (Pendidikan berkelanjutan). Lembaga pendidikan non formal misalnya organisasi profesi, rumah sakit, LSM bidang kesehatan yang akreditasinya ditentukan oleh profesi. Sedangkan sertifikasi dan lembaga non formal adalah berupa sertifikat yang terakreditasi sesuai standar nasional.
Ada dua bentuk kelulusan, yaitu:
a.    Ijasah; merupakan dokumentasi penguasaan kompetensi tertentu, mempunyai kekuatan hukum atau sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan diperoleh dari pendidikan formal.
b.    Sertifikat adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu, bisa diperoleh dari kegiatan pendidikan formal atau pendidikan berkelanjutan maupun lembaga pendidikan non formal yang akreditasinya ditentukan oleh profesi kesehatan.

Tujuan umum Sertifikasi adalah sebagai berikut:
a.   Melindungi masyarakat pengguna jasa profesi.
b.   Meningkatkan mutu pelayanan.
c.   Pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan.

Tujuan khusus Sertifikasi adalah sebagai berikut:
a.   Menyatakan kemampuan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku (kompetensi) tenaga profesi.
b.   Menetapkan kualifikasi dari lingkup kompetensi.
c.    Menyatakan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku (kompetensi) pendidikan tambahan tenaga profesi.
d.   Menetapkan kualifikasi, tingkat dan lingkup pendidikan tambahan tenaga profesi.
e.   Memenuhi syarat untuk mendapat nomor registrasi.

2.   Registrasi (Pengaturan Kewenangan)
Registrasi adalah sebuah proses di mana seorang tenaga profesi harus mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik guna mendapatkan kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan profesionalnya setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh badan tersebut.
Registrasi bidan artinya proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya.
Tujuan umum registrasi adalah Melindungi masyarakat dari mutu pelayanan profesi.
Tujuan Khusus Registrasi adalah sebagai berikut:
a.   Meningkatkan kemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berkembang pesat.
b.   Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam penyelesaian kasus mal praktik.
c.    Mendata jurnlah dan kategori melakukan praktik.

Aplikasi proses Registrasi dalam Praktik kebidanan adalah sebagai berikut, bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana Institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB (Surat Ijin Bidan) selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima Ijasah bidan. Kelengkapan registrasi menurut Kepmenkes No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 adalah meliputi: fotokopi ijasah bidan, fotokopi transkrip nilai akademik, surat keterangan sehat dari dokter, pas foto sebanyak 2 lembar. SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui, serta merupakan dasar untuk penerbitan lisensi praktik kebidanan atau SIPB (Surat Ijin Praktik Bidan). Bentuk formulir permohonan registrasi atau SIB dapat dilihat pada lampiran. SIB tidak berlaku lagi karena: dicabut atas dasar ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, habis masa berlakunya dan tidak mendaftar ulang, dan atas permintaan sendiri.

3.   Lisensi (Pengaturan Penyelenggaraan Kewenangan)
Pengertian lisensi adalah proses ministrasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.

Tujuan umum lisensi adalah: Melindungi masyarakat dan pelayanan profesi.
Tujuan khusus lisensi adalah:
a.   Memberikan kejelasan batas wewenang.
b.   Menetapkan sarana dan prasarana.

Aplikasi Lisensi dalam praktik kebidanan adalah dalam bentuk SlPB (Surat Ijin Praktik Bidan). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Depkes RI kepada tenaga bidan yang menjalankan praktik setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB, yang diperoleh dengan cara mengajukan permohonan kepada Kepa1a Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: fotokopi SIB yang masih berlaku, fotokopi ijasah bidan, surat persetujuan atasan, surat keterangan sehat dari dokter, rekomendasi dari organisasi profesi, pas foto. Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan melakukan praktik bidan.
Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan inilah yang diaplikasikan dengan rencana diselenggarakannya Uji Kompetensi bagi bidan yang mengurus SIPB atau lisensi. Meskipun Uji Kompetensi sekarang ini baru pada tahap uji coba di beberapa wilayah, namun terdapat beberapa propinsi yang menerapkan kebijaksanaan daerah untuk penyelenggaraan uji kompetensi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan bidan, misalnya Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta dan beberapa propinsi lainnya, dengan menempatkan uji kompetensi pada tahap pengajuan SIB. Uji kompetensi sedang dalam pembahasan termasuk mengenai bagaimana dasar hukumnya. Dengan diselenggarakannya uji kompetensi diharapkan bahwa bidan yang menyelenggarakan praktik kebidanan adalah bidan yang benar-benar kompeten. Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan, mengurangi medical error atau malpraktik dalam tujuan utama untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Dalam rancangan uji kompetensi apabila bidan tidak lulus uji kompetensi, maka bidan tersebut menjadi binaan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) setempat. Materi uji kompetensi sesuai 9 area kompetensi dalam standar profesi bidan Indonesia. Namun demikian uji kompetensi belum di bakukan dengan suatu dasar hukum, sehingga baru pada tahap draft atau rancangan.
Menurut Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dan dapat diperbaharui kembali. Bentuk permohonan SIPB dapat dilihat pada lampiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar