Ikterus, Kejang
Dan Perdarahan Tali Pusat
A. Ikterus
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia
adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai
nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia
dengan karakteristik sebagai berikut :
- Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
- Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam.
- Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan.
- Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
- Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
1.
Bilirubin
Bilirubin adalah zat yang terbentuk
sebagai akibat dari proses pemecahan Hemoglobin (zat merah darah) pada system
RES dalam tubuh. Selanjutnya mengalami proses konjugasi di liver, dan akhirnya
diekskresi (dikeluarkan) oleh liver ke empedu, kemudian ke usus.
Menurut Klous dan Fanafrat (1998) bilirubin dibedakan
menjadi 2, yaitu :
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas
yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport
dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena
bisa melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu
bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
3. Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3, dan
tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari
kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada
bayi. Sedangkan pada ikterus yang patologis, kadar bilirubin darahnya
melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia.
2.
Penyebab Ikterus Patologis
1. Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang
terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
rhesus dan ABO.
- Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
- Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yangterdapat pada bayi hipoksia atau asidosis.
- Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase).
- Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).
- Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR.
- Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan
kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh
beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan
darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau
ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik,
misalnya pada ileus obstruktif.
3. Tanda dan Gejala
a.
Gejala akut
:
gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b.
Gejala kronik
: tangisan yang
melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang
selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan
atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik)
pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar
bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Komplikasi :
Terjadi kern
ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak.
Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi
tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya
opistotonus.
4. Penatalaksanaan Ikterus Patologis Pada Bayi Baru
Lahir
Berdasarkan pada penyebabnya maka
manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan
membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1.
Menghilangkan anemia.
2.
Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi.
3.
Meningkatkan badan serum albumin.
4.
Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi :
1. Fototerapi,
2. Transfuse pangganti,
3. Infuse albumin dan therapi obat.
Keterangan
1)
Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri
atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin.
Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of
fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan
bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya
yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer
yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan
albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di
ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi
bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab
kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.Secara umum fototerapi harus
diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan
berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi
bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi
profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir
rendah.
2)
Transfuse Pengganti atau Imediat
Transfuse pengganti didindikasikan adanya
faktor-faktor :
1.
Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2.
Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit
hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jampertama.
4.
Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama.
5.
Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama.
6.
Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl.
7.
Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus.
Transfusi pengganti digunkan untuk :
a)
Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan)terhadap sel
darah merah terhadap antibody maternal.
b)
Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan).
c)
Menghilangkan serum bilirubin.
d)
Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan
bilirubin.
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan
transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole
blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8
jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.
3)
Therapi Obat.
Phenobarbital dapat menstimulus hati
untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan
mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk
beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat
urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.
B. Kejang
Kejang pada bayi baru lahir sering tidak dikenali karena
bentuknya berbeda dengan kejang pada anak atau orang dewasa. Hal ini disebabkan
karena ketidakmatanagn organisasi korteks pada bayi baru lahir. Kejang umum
tokni-klonik pada jarang pada bayi baru lahir. Manifiestasi kejang pada bayi
baru lahir dapat berupa tremor, hiperaktif , kejang-kejang, tiba-tiba menangis
melengking, tonus otot hilang disertai atau tidak dengan hilangnya kesadaran,
gerakan yang tidak menentu (involuntary movements), nistagmus atau mata
mengedip-ngedip paroksimal, gerakan seperti mengunyah dan menelan (fenomena
oral dan bukal), bahkan apneu. Oleh karena manifiestasi klinik yang
berbeda-beda dan bervariasi, seringkali kejang pada bayi baru lahir tidak
dikenali oleh oleh yang belum berpengalaman. Dalam prinsip, setiap gerakan yang
tidak biasa pada bayi baru lahir apabila berlangsung berulang-ulang dan
periodik, harus dipikirkan kemungkinan merupakan manifiestasi kejang.
1. Etiologi kejang
Komplikasi perinatal
-
Hipoksi-iskhemik enselofalopati. Biasanya kejang timbul pada 24 jam pertama
kelahiran.
-
Trauma susunan saraf pusat. Dapat terjadi pada persalinan presentasi bokong,
ekstraksi cunam atau ekstraksi vakum berat.
-
Peredaran intracranial.
Kelainan metabolisme
-
Hipoglikemia.
-
Hipokalsemia.
-
Hipomagnesemia.
-
Hiponatremia.
-
Hipernatremia.
-
Hiperbilirubinemia.
-
Ketergantungan piridoksin.
-
Kelainan metabolisme asam amino.
Infeksi.
Dapat disebabkan oleh bakteri dan virus termasuk TORCH.
·
Ketergantungan obat.
·
Polisitemia.
·
Penyebab yang tidak
diketahui (3-25%)
2. Penilaian Kejang
Penilaian untuk membuat diagnosis antara lain
dilakukan dengan urutan sebagai berikut.
ü
Anamnesis yang teliti tentang
keluarga, riwayat kehamilan, riwayat persalinan dan kelahiran.
Riwayat kehamilan
·
Bayi kecil untuk masa kehamilan.
·
Bayi kurang bulan.
·
Ibu tidak disuntik toksoid tetanus.
·
Ibu menderita diabetes mellitus.
Riwayat
persalinan
·
Persalinan pervaginam dengan tindakan.
·
Persalinan presipatus.
·
Gawat janin.
Riwayat kelahiran
· Trauma lahir.
· Lahir asfiksia.
·
Pemotongan tali pusat dengan alat.
ü
Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru
lahir.
§
Kesadaran (normal, apatis,
somnolen, spoor, koma).
§
Suhu tubuh (normal, hipertemia atau
hiportemia).
§
Tanda-tanda infeksi lainnya.
ü
Penilaian kejang
-
Bentuk kejang.
Gerakan bola
mata yang abnormal, nystagmus, kedipan mata paroksimal, gerakan mengunyah,
gerakan oto-otot muka, timbulnya apneu yang episode.lemahan umum yang periodic,
tremor, jitterness, gerakan klonik sebagian ekstremitas, tubuh baku.
- Lama
kejang.
-
Apakah pernah terjadi sebelumnya.
ü
Pemeriksaan laboratorium.
-
Punksi lumbal.
-
Punksi subdural.
- Gula
darah.
-
Kadar kalsium (Ca⁺⁺).
-
Kadar magnesium.
-
Kultur darah.
-
TORCH.
Kelainan fisik dan diagnosis banding kejang pada bayi
baru lahir
KELAINAN FISIK
|
DIAGNOSIS BANDING
|
Kejang dengan kondisi :
·
Bir u, gagal nafas
·
Trauma lahir pada
kepala bayi.
·
Mikrosefali.
·
Perut buncit.
·
Hepatosplenomegali.
·
Mulut mecucu.
|
→ Anoksia Susunan saraf pusat.
→ Perdarahan otak.
→ Cacat bawaan.
→ Sepsis.
→ Sepsis.
→ Tetanus.
|
3.Penanganan Kejang Pada Bayi Baru Lahir
Berikut adalah penanganan kejang pada bayi baru lahir
:
§
Bayi diletakkan dalam tempat yang
hangat. Pastikan bahwa bayi tidak kedinginan. Suhu bayi dipertahankan 36,5˚C –
37˚C.
§
Jalan nafas bayi dibersihkan dengan
tindakan penghisapan lender diseputar mulut, hidung sampai nesofaring.
§
Bila bayi apneu, dilakukan
pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat bantu balon dsan sungkup,
diberi O₂ (oksigen)
dengan kecepatan 2 liter/menit.
§
Dilakukan pemasangan infus intra
vena di pembuluh darah perifer; di tangan kaki atau kepala. Bila bayi diduga
dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes mellitus, dilakukan pemasangan infuse
intra vena umbilikalis.
§
Bila infuse sudah terpasang, diberi
obat anti kejang Diazepam.
§
Nilai kondisi bayi selama 15 menit.
Perhatikan kelainan fisik yang ada.
§
Bila kejang sudah teratasi, diberi
cairan infuse Dekstrose 10% dengan kecepatan 60 ml/kgbb/hari.
§
Dilakukan anamnesis mengenai keadaan
bayi untuk mencari factor penyebab kejang (perhatikan riwayat kehamilan,
persalinan, dan kelahiran) :
§
Apakah kemungkinan bayi dilahirkan
pleh ibu berpenyakit diabetes mellitus;
§
Apakah kemungkinan bayi premature;
§
Apakah kemungkinan bayi mengalami
asfiksia;
§
Apakah kemungkinan ibuy bayipengidap
atau mrengunakan bahan anrkotika;
§
Bila kejang sudah teratasi, diambil
bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk mencari factor penyebab kejang,
misalnya :
§
Darah tepi,
§
Elektrolit darah,
§
Gula darah,
§
Kimia darah (kalsium, magnesium),
§
Kultur darah,
§
Pemeriksaan TORCH, dan lain-lain.
§
Bila ada kecurigaan kearah sepsis,
dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal.
§
Obat diberikan sesuai dengan hasil
penilaian ulang.
§
Apabila kejang masih berulang,
Dizepam dapat diberikan lagi sampai 2 kali.
C.
Perdarahan Tali Pusat
Perdarahan yang terjadi pada tali
pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma pengikatan tali pusat yang kurang
baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus normal. Selain itu perdarahan
pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.
1. Etiologi Pendarahan Tali Pusat :
1. Robekan umbilikus normal,
biasanya terjadi karena :
a.
Partus precipitaturus.
b.
Adanya trauma atau lilitan tali pusat.
c.
Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada
saatpersalinan.
d.
Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding
umbilikus atauplacenta sewaktu sectio secarea.
2. Robekan umbilikus abnormal,
biasanya terjadi karena :
a.
Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut pecah,
namunperdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam placenta. Hal ini sangat
berbahaya bagibayi dan dapat menimbulkan kematian pada bayi.
b.
Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises tersebut pecah.
c.
Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran pembuluh
darahsetempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi
kemunduran dindingpembuluh darah. Pada aneurisme pembuluh darah menyebabkan
pembuluhdarah rapuhdan mudah pecah.
3. Robekan pembuluh darah abnormal.
Pada kasus dengan robekan pembuluh darah umbilikus
tanpa adanya trauma, hendaknyadipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomik
pembuluh darah seperti :
a.
Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak
adaperlindungan jely Wharton.
b.
Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi pada tempatpercabangan
tali pusat sampai ke membran tempat masuknya dalam placenta tidak ada proteksi.
Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat pada kehamilan ganda.
c.
Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah yang menghubungkan masing-masing
lobus dengan jaringan placenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan
mudahpecah.
4. Perdarahan akibat placenta previa
dan abrotio placenta
Perdarahan akibat placenta previa dan abrutio placenta
dapat membahayakan bayi. Pada kasus placenta previa cenderung menyebabkan
anemia, sedangkan pada kasus abrutio placenta lebih sering mengakibatkan
kematian intra uterin karena dapat terjadi anoreksia. Pengamatan pada placenta
dengan teliti untuk menentukan adanya perdarahan pada bayi baru lahir, pada
bayi baru lahir dengan kelainan placenta atau dengan sectio secarea
apabiladiperlukan dapat dilakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala.
2. Penatalaksaan
Pendarahan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir
1. Penanganan disesuaikan
dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi.
2. Untuk penanganan awal,
harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi paa tali pusat.
3. Segera lakukan inform
consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukanrujukan.
3. Perawatan tali pusat
Pastikan
tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering.
1. Selalu cuci tangan dengan
menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat.
2. Selama belum tali pusatnya
puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air.
Cukup dilap saja dengan air hangat. Alasannya, untuk menjaga tali pusat tetap
kering. Bagian yang harus selalu dibersihkan adalah pangkal tali pusat, bukan
atasnya. Untuk membersihkan pangkal ini, Anda harus sedikit mengangkat (bukan
menarik) tali pusat. Tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam
sehari.
3. Tali pusat juga tidak
boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab.
Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi.
Kalaupun terpaksa ditutup tutup atau ikat dengan longgar pada bagian atas tali
pusat dengan kain kasa steril. Pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena
udara dengan leluasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar